Indonesia
merupakan sebuah negara kepulauan yang kaya akan ragam kebudayaan dari Sabang
sampai Merauke dengan 742 bahasa daerah, 33 pakaian adat dan 200 lebih tarian
adat keragaman budaya ini merupakan sebuah rahmat yang patut kita syukuri
dengan tetap kita jaga dan lestarikan sebagai identitas bangsa Indonesia.
Budaya sendiri menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski,
mengemukakan bahwa budaya merupakan segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimilliki oleh masyarakat itu
sendiri. Istillah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism dan menurut
pandangan Herskovits kebudayaan sebagai sesuatu yang turun menurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.
Dari beberapa pengertian mengenai budaya dapat kita tarik kesimpulan bahwa
budaya merupaka sesuatu yang ada didalam masyarakat yang terjadi secara turun
temurun. Akan tetapi di era digital seperti sekarang ini mempertahankan
identitas suatu bangsa atau bisa kita sebut budaya bukan merupakan hal yang
mudah melainkan sebuah tantangan baru, dimana era digital ini berpengaruh
terhadap segala bidang kehidupan dan segala aspek-aspek sosial yang ada di
masyarakat.
Banyaknya
generasi muda yang tidak mengenal budaya daerah sendiri dan lebih tertarik
terhadap budaya lain atau bisa disebut budaya asing yang membuat mereka menjadi
bergantung dan malas melakukan suatu aktivitas menjadikan sebuah problema besar
yang harus kita selesaikan agar tidak terjadi suatu penghilangan budaya digenerasi
selanjutnya. Tari sendiri mempunyai pengertian adalah gerak tubuh secara
berirama yang dilakukan ditempat dan waktu tertentu untu keperluan pergaulan,
mengungkapkan perasaan, maksud dan pikiran dimana bunyi-bunyian sebagai musik
penggiring tari yang mengatur gerakan penari dan memperkuat maksud yang ingin
disampaikan.
Budaya
tari tradisional menjadi fokus utama kita dalam pembahasan kali ini dikarenakan
mulai langkahnya seorang penari didaerah-daerah, hal ini diakibatkan oleh
adanya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat membuat budaya
tari tradisional ini semakin tertinggal, dimana kaum muda lebih senang
memainkan perangkat elektronik ketimbang melakukan tarian tradisional. Dampak
dari era digital ini secara tidak langsung mendoktrin manusia untuk selalu
bergantung dan malas untuk melakukan kegiatan terutama interaksi dengan sesama,
dengan adanya dampak seperti ini secara perlahan akan mengancam kelestarian
budaya tari tradisional dikarenakan generasi yang malas untuk mengetahui dan belajar
tari tradisional. menurut survei centre for strategic and Internasional studies
kegiatan yang paling menarik minat para pemuda (17-29) merupakan suatu kegiatan yang berhubungan
dengan benda Eloktronik dan internet diantranya
music 19,0 % menonton film 13,7 % permainan dan teknologi baru 5,7 % dan aktif dalam media sosial 5,5 %. Dimana
survei dilakukan pada 23-30 agustus 2017 dengan jumlah responden 600 di 34
provinsi di Indonesia. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa generasi muda lebih
tertarik dan cenderung terhadap benda elektronik ketimbang budaya tari
tradisional terbukti kegiatan yang paling diminati pemuda mendengarkan music
pada posisi kedua kedua, menonton film dan sisanya permainan dan teknolgi baru
serta aktif dalam media sosial berdasarkan survei CSIS ( centre for strategic and Internasional
studies ). Padahal jika kita cermati tarian tradisional memilliki daya tarik
bagi wisatawan manca negara, bahkan tak sedikit negara lain yang ingin
mengklaim tari-tarian yang kita milliki seperti halnya beberapa waktu lalu tari
pandet yang berasal dari bali diklaim oleh negara Malaysia, hal ini terjadi
karena kurangnya kesadaran masyarakat akan tarian tradisional disamping itu
juga dipengaruhi adanya era digital yaitu era dimana manusia memilliki gaya hidup
baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat elektronik terutama Handphone
dengan kemudahan akses internetnya menjadikan
kaum muda lupa akan segalanya. Berdasarkan data APJII ( Asosisasi
penyellengara jasa internet Indonesia ) pengguna internet di Indonesia mencapai
132,7 juta per 2016 dan setidaknya satu kali setiap bulan indonesia menduduki
peringkat 6 terbesar didunia dalam hal jumlah pengguna internet dan berdasarkan
riset we are social dan Hootsuite 2017, pengguna internet di Indonesia tumbuh 51
% dalam kurun waktu satu tahun angka ini merupakan yang terbesar didunia,
bahkan jauh melebihi pertumbuhan rata-rata global yang hanya 10 %. Diposisi
kedua dan ketiga adalah Filliphina dan Meksiko keduanya memilliki angka
pertumbuhan sebesar 27 %. Dari adanya beberapa data dan fakta-fakta yang ada
mengenai terkikisnya budaya tari tradisional dikarenakan era digital yang
menjamur maka perlu adanya upaya mempertahankan eksistensi budaya daerah, lalu
bagaimanakah langkah tepat dalam mempertahankan budaya tari tradisional
ditengah era digital yang menjamur?
Menurut
Zuhdan kun prasetyo ( 2013 ) pembelajaran berbasis keunggulan lokal tidak
muncul begitu saja akan tetapi terdapat acuan yang melandasinya acuan digunakan
setidaknya pada dua hal, yaitu pembelajaran sebagai salah satu aspek pemenuhan
tujuan pendidikan dan landasasan yuridis kebijakan pemerintah dalam hal
pendidikan budaya.
Dengan
menerapkan program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) dimana program ini dinamakan
budoyoku budoyomu ini mempunyai arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atau
tanggung menangung atas suatu budaya yang terlahir di Indonesia dengan tetap
menjaga dan melestarikan budaya tersebut. Program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu
) memfokuskan pada budaya tari tradisional dan menerapkanya pada tiap-tiap
daerah di nusantara. Programini dikelola dan dijalankan oleh pemuda daerah
dengan Visi & Misi menjaga dan melestarikan budaya daerah dengan mewujudkan
desa budaya yang mandiri,Inovatif dan Kreatif. Berikut langkah dan tahapan
dalam menjalakan “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) yang terbagi menjadi 3 tahapan,
1. Tahap
Pertama
Tahap
pertama melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa sekitar terutama pada
anak-anak dan remaja yang berusia 7-18 tahun dengan memberi edukasi mengenai
tari tradisonal dan sejarahnya yang mana bertujuan untuk menciptakan kesadaran
akan budaya di Era digital yang menjamur
2. Tahap
kedua
Tahap
kedua pemberian Edukasi yang lebih mendalam mengenai tari tradisional serta
penjelasan pembagian dalam tari serta melakukan pendaftaran dan pendataan untuk
peserta yang mengikuti program
3. Tahap
ketiga
Tahap
ketiga ini merupakan tahapan pamungkas yaitu dengan memberikan pelatihan tari
secara berkelanjutan kepada peserta yang mengikuti pelatihan tari.
program
“BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) ini terbagi menjadi 4 class atau golongan yang
diperuntuhkan berdasarkan usia berikut penjelasanya.
·
Tari Tradisional ( 7-13 tahun)
Merupkan
sebuah tari yang telah melampaui perjalanan perkembangan yang cukup lama dan senantiasa
berfikir pada pola-pola yang telah mentradisi dimana tari ini digolongkan
menjadi 2 golongan yaitu tari tradisional kerakyatan dan tari tradisional
bangsawan seperti halnya tari Remong, cakalele, tor-trot dll.
·
Tari Rakyat ( 13-18 tahun)
Tari
rakyat adalah tari yang berkembang dikangan rakyat biasa dimana ungkapan dari
gerakan tari ini bersifat bebas tanpa ada aturan yang mengikat seperti halnya
tari reog Ponorogo
·
Tari Klasik ( 7-18 tahun )
Tari
klasik merupakan tari yang berkembang dikalangan masyarakat golongan bangsawan
yang berkembang pada zaman kerajaan yang dibagi menjadi 2 golongan yaitu
golongan bagsawan dan masyarakat biasa
·
Tari Kreasi (7-18 tahun )
Tari
kreasi adalah suatu bentuk-bentuk karya dari tradisi hidup yam berkembang cukup
lama dimasyarakat dimana bentuk tarian ini banyak bermunculan setelah indonesia
merdeka tahun 1945
Dengan
adanya pengelompokkan tari berdasarkan usia ini bertujuan untuk memudahkan
seseorang dalam melakukan pembelajaran tari seperti halnya Class Tari Rakyat
hanyak bisa dilakukan seseorang yang sudah remaja ( 13-18 tahun ) seperti
halnya tari reog ponorogo yang mengangkat beban topeng yang cukup berat.
Begitupun sebaliknya dengan class atau golongan yang lain mempunyai kualifikasi-kualifikasi
tertentu.
Dengan
adanya pelatihan tari tradisional dari program “BAKUMU” ( Budayaku Budayamu )
ini akan lebih memudahkan dalam pembelajaran tari tradisional yang dimulai
sejak dini dimana juga untuk meningkatkan kesadaran budaya daerah dan tentu
saja lebih maksimal dalam menjaga, mengembangkan dan melestarikan budaya daerah
diera digital yang kian menjamur, kemudian untuk mendukung program ini diperlukanya
juga peran pemerintah dengan membuat kebijakan peraturan pendidikan mengenai
wajib tari tradisional bagi usia 7-18 tahun dibarengi dengan memasukkan tari
tradisional kedalam ujian Nasional sebagai ujian budaya daerah, dengan adanya hal ini maka secara otomatis
anak-anak dan remaja akan mempunyai kewajiban belajar tari tradisional dan
disinilah program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) mengambil perannya di
masyarakat menjadi tempat ataupun wadah bagi para anak-anak dan remaja untuk
belajar tari tradisional. maka secara perlahan tapi pasti akan tercipta suatu
bentuk eksistensi budaya daerah sekaligus menjadikan sebuah daerah tersebut
menjadi desa wisata tariyang dibarengi dengan diadakanya event tari daerah
secara rutin yang dibantu oleh pemerintah daerah setempat. Dengan adanya hal
ini maka secara tidak langsung akan menciptakan sebuah wisata baru yang dapat
memperbaiki perekonomian masyarakat melalui program “BAKUMU ( Budoyoku Budoyomu ) yang kreatif dan
inovatif
Daftar
Pustaka
Kun Prasetyo,
Zuhdan. 2013. Pembelajaran
Sains berbasis Kearifan Lokal. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika UNS.
Hidayat,
Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar
Gumelar
.2017.
“Pertumbuhan Pengguna Internet Indonesia Nomor 1 di
Dunia”.databoks,katadata.co.id. online diakses pada tanggal 8 November 2017
Riset
centre for strategic and Internasional studies ( CSIS ) Tentang Generasi
Milenial 2017.Pdf
ditulis oleh:
Muchammad
Yulianto.
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya