Rabu, 15 November 2017

FLP 2017 (Fordimapelar Leadership Program)

SALAM KRITIS!!!
Halo pemuda generasi penerus bangsa, kami dari UKM Fordimapelar akan mengadakan FLP (Fordimapelar Leadership Program) guna membangun karakter solidaitas dan integritas kalian. Yuk, gabung bersama kami! Daftarkan dirimu sekarang juga, kunjungi stand kami di Graha Wiyata lt 1 atau kalian bisa mengunjungi kesekretariatan UKM Fordimapelar di Student Center no 11. Jadi, tunggu apalagi? Ingin menjadi generasi kritis, yuk gabung dan belajar bersama kami di FLP 2017.

Pelaksanaan Program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) Sebagai Langkah Pemuda Untuk Menjaga dan Melestarikan Budaya Tari Tradisional di Era Digital

Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang kaya akan ragam kebudayaan dari Sabang sampai Merauke dengan 742 bahasa daerah, 33 pakaian adat dan 200 lebih tarian adat keragaman budaya ini merupakan sebuah rahmat yang patut kita syukuri dengan tetap kita jaga dan lestarikan sebagai identitas bangsa Indonesia. Budaya sendiri menurut Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski, mengemukakan bahwa budaya merupakan segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimilliki oleh masyarakat itu sendiri. Istillah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism dan menurut pandangan Herskovits kebudayaan sebagai sesuatu yang turun menurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Dari beberapa pengertian mengenai budaya dapat kita tarik kesimpulan bahwa budaya merupaka sesuatu yang ada didalam masyarakat yang terjadi secara turun temurun. Akan tetapi di era digital seperti sekarang ini mempertahankan identitas suatu bangsa atau bisa kita sebut budaya bukan merupakan hal yang mudah melainkan sebuah tantangan baru, dimana era digital ini berpengaruh terhadap segala bidang kehidupan dan segala aspek-aspek sosial yang ada di masyarakat.
Banyaknya generasi muda yang tidak mengenal budaya daerah sendiri dan lebih tertarik terhadap budaya lain atau bisa disebut budaya asing yang membuat mereka menjadi bergantung dan malas melakukan suatu aktivitas menjadikan sebuah problema besar yang harus kita selesaikan agar tidak terjadi suatu penghilangan budaya digenerasi selanjutnya. Tari sendiri mempunyai pengertian adalah gerak tubuh secara berirama yang dilakukan ditempat dan waktu tertentu untu keperluan pergaulan, mengungkapkan perasaan, maksud dan pikiran dimana bunyi-bunyian sebagai musik penggiring tari yang mengatur gerakan penari dan memperkuat maksud yang ingin disampaikan.
Budaya tari tradisional menjadi fokus utama kita dalam pembahasan kali ini dikarenakan mulai langkahnya seorang penari didaerah-daerah, hal ini diakibatkan oleh adanya perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat membuat budaya tari tradisional ini semakin tertinggal, dimana kaum muda lebih senang memainkan perangkat elektronik ketimbang melakukan tarian tradisional. Dampak dari era digital ini secara tidak langsung mendoktrin manusia untuk selalu bergantung dan malas untuk melakukan kegiatan terutama interaksi dengan sesama, dengan adanya dampak seperti ini secara perlahan akan mengancam kelestarian budaya tari tradisional dikarenakan generasi yang malas untuk mengetahui dan belajar tari tradisional. menurut survei centre for strategic and Internasional studies kegiatan yang paling menarik minat para pemuda (17-29)  merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan  benda Eloktronik dan internet diantranya music 19,0 % menonton film 13,7 % permainan dan teknologi baru 5,7 %  dan aktif dalam media sosial 5,5 %. Dimana survei dilakukan pada 23-30 agustus 2017 dengan jumlah responden 600 di 34 provinsi di Indonesia. Dari hal ini dapat kita lihat bahwa generasi muda lebih tertarik dan cenderung terhadap benda elektronik ketimbang budaya tari tradisional terbukti kegiatan yang paling diminati pemuda mendengarkan music pada posisi kedua kedua, menonton film dan sisanya permainan dan teknolgi baru serta aktif dalam media sosial berdasarkan survei CSIS (  centre for strategic and Internasional studies ). Padahal jika kita cermati tarian tradisional memilliki daya tarik bagi wisatawan manca negara, bahkan tak sedikit negara lain yang ingin mengklaim tari-tarian yang kita milliki seperti halnya beberapa waktu lalu tari pandet yang berasal dari bali diklaim oleh negara Malaysia, hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran masyarakat akan tarian tradisional disamping itu juga dipengaruhi adanya era digital yaitu era dimana manusia memilliki gaya hidup baru yang tidak bisa dilepaskan dari perangkat elektronik terutama Handphone dengan kemudahan akses internetnya menjadikan  kaum muda lupa akan segalanya. Berdasarkan data APJII ( Asosisasi penyellengara jasa internet Indonesia ) pengguna internet di Indonesia mencapai 132,7 juta per 2016 dan setidaknya satu kali setiap bulan indonesia menduduki peringkat 6 terbesar didunia dalam hal jumlah pengguna internet dan berdasarkan riset we are social dan Hootsuite 2017, pengguna internet di Indonesia tumbuh 51 % dalam kurun waktu satu tahun angka ini merupakan yang terbesar didunia, bahkan jauh melebihi pertumbuhan rata-rata global yang hanya 10 %. Diposisi kedua dan ketiga adalah Filliphina dan Meksiko keduanya memilliki angka pertumbuhan sebesar 27 %. Dari adanya beberapa data dan fakta-fakta yang ada mengenai terkikisnya budaya tari tradisional dikarenakan era digital yang menjamur maka perlu adanya upaya mempertahankan eksistensi budaya daerah, lalu bagaimanakah langkah tepat dalam mempertahankan budaya tari tradisional ditengah era digital yang menjamur?
Menurut Zuhdan kun prasetyo ( 2013 ) pembelajaran berbasis keunggulan lokal tidak muncul begitu saja akan tetapi terdapat acuan yang melandasinya acuan digunakan setidaknya pada dua hal, yaitu pembelajaran sebagai salah satu aspek pemenuhan tujuan pendidikan dan landasasan yuridis kebijakan pemerintah dalam hal pendidikan budaya.
Dengan menerapkan program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) dimana program ini dinamakan budoyoku budoyomu ini mempunyai arti bahwa setiap orang bertanggung jawab atau tanggung menangung atas suatu budaya yang terlahir di Indonesia dengan tetap menjaga dan melestarikan budaya tersebut. Program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) memfokuskan pada budaya tari tradisional dan menerapkanya pada tiap-tiap daerah di nusantara. Programini dikelola dan dijalankan oleh pemuda daerah dengan Visi & Misi menjaga dan melestarikan budaya daerah dengan mewujudkan desa budaya yang mandiri,Inovatif dan Kreatif. Berikut langkah dan tahapan dalam menjalakan “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) yang terbagi menjadi 3 tahapan,
1.      Tahap Pertama
Tahap pertama melakukan sosialisasi kepada masyarakat desa sekitar terutama pada anak-anak dan remaja yang berusia 7-18 tahun dengan memberi edukasi mengenai tari tradisonal dan sejarahnya yang mana bertujuan untuk menciptakan kesadaran akan budaya di Era digital yang menjamur
2.      Tahap kedua
Tahap kedua pemberian Edukasi yang lebih mendalam mengenai tari tradisional serta penjelasan pembagian dalam tari serta melakukan pendaftaran dan pendataan untuk peserta yang mengikuti program
3.      Tahap ketiga
Tahap ketiga ini merupakan tahapan pamungkas yaitu dengan memberikan pelatihan tari secara berkelanjutan kepada peserta yang mengikuti pelatihan tari.
program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) ini terbagi menjadi 4 class atau golongan yang diperuntuhkan berdasarkan usia berikut penjelasanya.
·         Tari Tradisional ( 7-13 tahun)
Merupkan sebuah tari yang telah melampaui perjalanan perkembangan yang cukup lama dan senantiasa berfikir pada pola-pola yang telah mentradisi dimana tari ini digolongkan menjadi 2 golongan yaitu tari tradisional kerakyatan dan tari tradisional bangsawan seperti halnya tari Remong, cakalele, tor-trot dll.
·         Tari Rakyat ( 13-18 tahun)
Tari rakyat adalah tari yang berkembang dikangan rakyat biasa dimana ungkapan dari gerakan tari ini bersifat bebas tanpa ada aturan yang mengikat seperti halnya tari reog Ponorogo
·         Tari Klasik ( 7-18 tahun )
Tari klasik merupakan tari yang berkembang dikalangan masyarakat golongan bangsawan yang berkembang pada zaman kerajaan yang dibagi menjadi 2 golongan yaitu golongan bagsawan dan masyarakat biasa
·         Tari Kreasi (7-18 tahun )
Tari kreasi adalah suatu bentuk-bentuk karya dari tradisi hidup yam berkembang cukup lama dimasyarakat dimana bentuk tarian ini banyak bermunculan setelah indonesia merdeka tahun 1945
Dengan adanya pengelompokkan tari berdasarkan usia ini bertujuan untuk memudahkan seseorang dalam melakukan pembelajaran tari seperti halnya Class Tari Rakyat hanyak bisa dilakukan seseorang yang sudah remaja ( 13-18 tahun ) seperti halnya tari reog ponorogo yang mengangkat beban topeng yang cukup berat. Begitupun sebaliknya dengan class atau golongan  yang lain mempunyai kualifikasi-kualifikasi tertentu.
Dengan adanya pelatihan tari tradisional dari program “BAKUMU” ( Budayaku Budayamu ) ini akan lebih memudahkan dalam pembelajaran tari tradisional yang dimulai sejak dini dimana juga untuk meningkatkan kesadaran budaya daerah dan tentu saja lebih maksimal dalam menjaga, mengembangkan dan melestarikan budaya daerah diera digital yang kian menjamur, kemudian untuk mendukung program ini diperlukanya juga peran pemerintah dengan membuat kebijakan peraturan pendidikan mengenai wajib tari tradisional bagi usia 7-18 tahun dibarengi dengan memasukkan tari tradisional kedalam ujian Nasional sebagai ujian budaya daerah,  dengan adanya hal ini maka secara otomatis anak-anak dan remaja akan mempunyai kewajiban belajar tari tradisional dan disinilah program “BAKUMU” ( Budoyoku Budoyomu ) mengambil perannya di masyarakat menjadi tempat ataupun wadah bagi para anak-anak dan remaja untuk belajar tari tradisional. maka secara perlahan tapi pasti akan tercipta suatu bentuk eksistensi budaya daerah sekaligus menjadikan sebuah daerah tersebut menjadi desa wisata tariyang dibarengi dengan diadakanya event tari daerah secara rutin yang dibantu oleh pemerintah daerah setempat. Dengan adanya hal ini maka secara tidak langsung akan menciptakan sebuah wisata baru yang dapat memperbaiki perekonomian masyarakat melalui program “BAKUMU ( Budoyoku Budoyomu ) yang kreatif dan inovatif
Daftar Pustaka
Kun  Prasetyo,  Zuhdan.  2013.  Pembelajaran  Sains  berbasis  Kearifan Lokal. Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika UNS.
Hidayat, Robby. 2005. Menerobos Pembelajaran Tari Pendidikan. Malang: Banjar Seni Gantar Gumelar
“Pengertian tari”      https://id.m.wikipedia.org/wiki/Tari. Online diakses tanggal 8 November 2017
.2017. “Pertumbuhan Pengguna Internet Indonesia Nomor 1 di Dunia”.databoks,katadata.co.id. online diakses pada tanggal 8 November 2017
APJII.2016. “Survei Pengguna Internet di Indonesia. https://www.apjii.or.id/survei.online diakses pada tanggal 7 November 2017

Riset centre for strategic and Internasional studies ( CSIS ) Tentang Generasi Milenial 2017.Pdf

ditulis oleh:
Muchammad Yulianto.
Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Minggu, 29 Oktober 2017

Mahalnya Biaya Pendidikan di Era Globalisasi



Perekonomian di Indonesia semakin tidak menentu, krisis yang terus membelenggu negara kita tak kunjung ada ujungnya, kehidupan masyarakat semakin menderita.Segala kebutuhan sudah tak terjangkau lagi oleh masyarakat miskin. Kelaparan terjadi di banyak tempat di Indonesia, belum lagi masalah mahalnya biaya  pendidikan, yang merupakan salah-satu masalah bangsa ini yang sulit di selesaikan.Salah-satu tolak ukur negara maju adalah terciptanya wawasan yang luas yang dimiliki oleh generasi penerus bangsanya.
Realitanya bukan hanya di Perguruan Tinggi saja biaya pendidikan yang  mahal , melainkan dari Taman Kanak-Kanak saja sudah mahal, untuk masuk TK dan SD saja saat ini dibutuhkan biaya Rp. 500.000, - sampai Rp 1.000.000. Bahkan ada yang memungut diatas Rp 1.000.000. Sekarang masuk SLTA/SLTP bisa mencapai Rp. 1.000.000 sampai Rp 5.000.000.
Salah- satu penyebab mahalnya biaya pendidikan saat ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah ( MBS ). MBS di Indonesia pada realitanya lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Karena itu , Komite Sekolah / Dewan Pendidikan yang merupakan organ MBS selalu disyaratkan adanya unsur pengusaha. Asumsinya, pengusaha memiliki akses atas modal yang lebih luas . Hasilnya, setelah Komite Sekolah terbentuk, segala pungutan uang kadang berkedok, “ sesuai keputusan Komite Sekolah “.Mungkin jika di tingkat Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar biaya yang mahal bisa sedikit diatasi,tetapi lain halnya jika sudah memasuki Perguruan Tinggi pastilah sangat berat untuk bisa menyelesaikannya sampai lulus, dengan biaya yang tiap tahun semakin mahal, mulai dari uang gedung yang naik, biaya kuliah, dan belum biaya hidupnya. Bukankah hal ini sangat membuat beban bagi setiap orang tua, apalagi peluang untuk mendapatkan  beasiswa semakin kecil, bukankah hal ini semakin membuat para orang tua sulit.
Dari data diatas menunjukkan bahwa mulai dari Taman Kanak-Kanak ( TK ) saja, biaya pendidikan sudah mahal apalagi di Perguruan Tinggi pastilah biayanya sudah di luar penghasilan orang tua. Tetapi hal ini tidak dianggap beban bagi orang yang kehidupannya dibilang sudah mampu atau bisa dikatakan kaya, berapapun biaya sekolah, tidak menjadi hambatan untuk mengenyam bangku pendidikan, lain halnya dengan orang yang tergolong dari keluarga yang tidak begitu mampu, dengan mahalnya biaya pendidikan membuat mereka masih harus bekerja lebih keras lagi untuk membayar uang sekolah untuk anaknya. Tidak heran jika kebanyakan dari  mereka yang tergolong kurang mampu putus sekolah. Karena, menurut mereka tidak ada pilhan lain, selain putus sekolah dan mencari pekerjaan untuk membantu orang tuanya.
Bukankah hal ini termasuk tidak adil, serasa dunia pendidikan hanya untuk orang kaya, lalu bagaimana dengan orang miskin, yang mempunyai kualitas bagus?.
Apakah kepinteran  mereka hanya terbuang begitu saja,tanpa ada sebuah wadah untuk mengembangkannya.Bukankah realitanya kebanyakan orang-orang yang tergolong dari keluarga miskin, yang menjadi sukses dan terkenal bahkan terkadang kontribusimereka sangat di perlukan untuk negeri ini.Karena mereka punya kemauan yang sangat hebat. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan orang yang tergolong dari keluarga kaya juga bisa sukses dan terkenal, hanya saja jika  orang kaya bisa sukses itu hal yang wajar lain halnya dengan orang yang miskin.
Banyak sekali masalah yang sering terjadi disana sini, apalagi dalam masalah biaya pendidikan yang sangat dirasakan bagi masyarakat kalangan bawah.  Seharusnya pendidikan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia seperti yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi  salah- satu tujuan Negara kita adalaah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini mempunyai konsekuensi bahwa Negara harus menyelenggarakan dan memfasilitasi seluruh rakyat Indonesia untuk memperoleh pengajaran dan pendidikan yang layak.Bukan malah biaya yang semakin di tinggi dan fasilitas tidak begitu memadai. sekarang ini sekolah mendapatkan Bantuan Operasional Sekolah ( BOS) tetapi masih belum mencukupi biaya pendiddikan bagi masyarakat yang kurang mampu. Semestinya pemerintah juga harus lebih mengoptimalkan agar pendidikan bisa di nikmati bagi seluruh rakyat Indonesia.Semestinya selain pemerintah yang sudah berusaha untuk mengoptimalkan biaya pendidikan agar tidak terlalu mahal pihak dari setiap keluarga juga harus lebih pintar untuk merencanakan  keungannya untuk masa depan keluarganya, agar setelah anaknya lulus,tidak putus sekolah. Sejatinya tanggung jawab orang tua sangatlah berat karena harus membiayai anaknya sejak lahir sampi ke jenjang yang lebih tinggi.  Meningkatnya biaya pendidikan saat ini juga menyebabkan para orang tua tidak memperhatikan pendidikan anaknya karena mereka tidak mampu untuk  membayar biaya pendidikan anaknya, apalagi yang mempunyaii anak lebih dari dua pastilah mereka merasa tidak kuat. Akan tetapi kita juga tidak hanya memperhatikan kepada kenaikan anggaran saja. Sebab percuma saja, jika kualitas Sumber Daya Manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah . Masalah wajib sembilan tahun sejatinya masih menjadi PR besar bagi kita. Kenyataan yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah- daerah pinggiran yang tidak memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalanya program wajib belajar sembilan tahun mengakibatkan anak- anak Indonesia masih banyak yang putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib sembilan tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak ada perubahan kebijakan yang signifikan sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.
Sebenarnya kondisi ideal pendidikan bagi bangsa ini adalah tiap anak bisa sekolah minimal hingga tingkat SMA tanpa membedakan status karena itulah hak mereka. Namun hal tersebut sangat sulit untuk di realisasikan pada saat ini. Oleh karena itu, setidaknya setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam dunia pendidikan. Dan usahakan biaya tiap tahun tidak semakin mahal agar saling menguntungkan dan mewujudkan cita-cita , baik dari generasi muda yang sedang mengenyam dunia pendidikan atau bagi bangsa ini.

Ditulis oleh Maisaroh 
Fakultas Ekonomi Manajemen

Minggu, 15 Oktober 2017

Salam Kritis!
UKM Fordimapelar proudly presents :
3rd UCIS seminar Nasional dengan tema "Tinggalkan Perbedaan, ambil kesempatan, buat perubahan dengan persatuan".
Ayo! datang dan ramaikan seminar nasional ini. Kalian akan mendapatkan banyak manfaat.

Sebagai generasi muda, sudah seharusnya kita menghargai perbedaan dan keanekaagaman. Perbedaan bukanlah suatu penghalang bagi kita, justru dengan adanya perbedaan akan semakin menguatkan kita. Kita tak lagi memandang suatu permasalahan dari satu sisi, melainkan kita akan memandang dan mempelajari suatu permasalahand ari berbagai sisi.

Yuk! Daftarkan dirimu dalam seminar nasional kali ini. Untuk info lebih lanjut, harap hubungi CP (Contact Person) yang tertera.


Jumat, 06 Oktober 2017

PKM itu apa?

Sebagai seorang mahasiswa, pasti kita tidak asing jika mendengar nama PKM. Nah, bagi yang belum tau mengenai PKM, PKM sendiri itu apa, sih? Untuk menjawab rasa penasaran kalian, maka kali ini kita akan memperkenalkan PKM.

Jadi, PKM kependekan dari Program Kreatifitas Mahasiswa adalah suatu wadah yang dibentuk oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia dalam memfasilitasi potensi yang dimiliki mahasiswa Indonesia untuk mengkaji, mengembangkan, dan menerapkan ilmu dan teknologi yang telah dipelajarinya di perkuliahan kepada masyarakat luas. Program ini merupakan penerus dari Program Karya Alternatif Mahasiswa yang dibentuk pada tahun 1997, yang lalu berganti menjadi Program Kreativitas Mahasiswa tahun 2001 demi memperluas cakupan dan mengurangi batasan bagi mahasiswa dalam berkreasi.
Pada awalnya, PKM memiliki lima sub program, yaitu PKM-Penelitian (PKMP), PKM-Penerapan Teknologi (PKM-T), PKM-Kewirausahaan (PKM-K), PKM-Pengabdian kepada Masyarakat (PKM-M) dan PKM-Penulisan Artikel Ilmiah (PKM-I). Finalis dari masing-masing PKM akan dilombakan dalam Pekan Ilmiah nasional. Penyusunan proposal PKM cenderung menjadi aktivitas mahasiswa di awal tahun ajaran karena tenggat waktu pengumpulan proposal ke Dikti biasanya ditetapkan pada semester ganjil. 

Jadi, bagaimana? Penasaran dengan PKM dan ingin membuat PKM? Yuk, ikut klinik PKM Fordimapelar setiap hari Selasa. Dan ikuti terus informasi mengenai PKM dengan mengikuti akun sosial media kami.

Senin, 11 September 2017

Pengaruh Perkembangan Teknologi dan Informasi dalam Dunia Pendidikan



Saat ini kita sedang memasuki era globalisasi, ditandai dengan perkembangan teknologi yang semakin maju dan ditunjang dengan kemudahan mendapatkan informasi kapan saja dan dimana saja.  Kecanggihan teknologi diera globalisasi dapat menjadi musuh dapat pula menjadi sahabat, banyak sisi positif yang bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari,namun tak kalah banyak juga sisi negatif yang akan berdampak buruk pada keberlangsungan hidup manusia.Orang bijaklah yang bisa memilah baik buruk dari sebuah perkara, namun pelaku dalam era globalisasi tak dipungkiri berasal dari berbagai kepribadian, budaya dan lain sebagainya. Tidak semua orang bisa menjadi bijak untuk memilah antara informasi yang positif dan negatif.Telah banyak  yang menjadi korban dari perkembangan teknologi dan informasidi era globalisasi,menurut beberapa penelitian, mereka para kalangan remaja dan pelajar yang  sedang menempuh pendidikan  Sekolah Menengah Atas – sederajat paling banyak menjadi korban dari perkembangan teknologi dan informasi di era globalisasi. Mengapa kalangan remaja dan pelajar lebih banyak menjadi korban dari perkembangan teknologi dan informasi?,  karena di usia remaja dan pelajar tergolong usia labil,cenderung tidak konsisten dan masihberupaya untukmencari jati diri.Dengan berkembangnya teknologi dan informasi, dalam pencarian jati diri sering dipengaruhi oleh perkembangan informasi  yang ada. Oleh sebab itu dalam gaya hidup mereka sering meniru gaya para selebritis yang sedang populer,hal ini terjadi tanpa mereka sadari sehingga gaya hidup para selebritis tersebut menjadi tolak ukur mereka para remaja dan pelajar, dan menjadi gaya hidup yang harus diikuti, misalnya  cara berpakain, gaya rambut, dan  cara berprilaku  dalam kehidupan sehari-hari,termasuk gaya dan prilaku saat bersekolah. Mereka menganggap jika mengikutigaya hidup dan fashion dari selebritis yang sedang pepuler dan digandrungi dianggap sesuatu yang berharga dan sangat menarik dan akan mendapat perhatian serta pujian teman di sekitar.miris ketika gaya berpakain dan prilaku mereka yang lebih mengedepankan sensasional dan terkesan liberal diaplikasikan  dalam kehidupan didunia pendidikan saat ini.. Sangat ironis jika kita lihat prilaku dan gaya hidup para pelajar yang seperti itu menjamur dikehidupan sekitar kita, sedangkan dunia pendidikan memiliki aturan dan norma-norma sosial,yang telah ditentukan, yang  bersifat sopan dan formal.
Kini aturan-aturan yang telah ditentukan oleh pemerintah yang di jalankan oleh sekolahan seolah-olah terlebur bersama perkembangan teknologi dan informasi.Sedangkan teknologi dan Informasi yang berkembang, cenderung sensasional dan libral sehingga membentur dinding-dinding norma sosial yang ada dalam dunia pendidikan. Sedangkan informasi yang  memiliki kecenderungan negatif  telah tertanam dalam diri mereka,dan menyatu didalam jati dirinya, dan apa yang dilakukan para selebritis yang sedang populer, harus dilakukan meskipun itu melangar norma-norma sosial, termasuk dalam dunia pendidikan. Terkadang banyak siswa yang telat masuk sekolah hanya karena terlalu lama berdiri memandangi diri didepan kaca untukmerias diri supaya sama dengan selebritis yang populer, sehingga waktu, pikiran dan konsentrasinya habis untuk berias diri, dan mengakibatkan pendidikannya terbengkalai.Jika kita telisik kehidupan pada 20 tahun yang lalu, sebelum teknologi dan informasi berkembang,dulu para pelajar datang kesekolah dengan niatan mencari ilmu sehingga waktu, pikiran dan konsentrasinya tertuju pada ilmu yang diberikan para pengajar, namun pada saat ini hanya beberapa siswa saja yang memiliki niatan untuk mencari ilmu, kebanyakan dari mereka datang kesekolah agar mendapat uang saku dan memamerkan gaya pakaian, gaya rambut dan prilaku yang mencontoh para selebritis yang sensional dan populer  untuk mendapatkan perhatian dan pujiandari teman-teman disekolahan.Adapun ketika bertemu teman-teman hal yang dibicarakan tidak akan jauh dari gosip terbaru, fashion yang sedang digandrungi, dan tempat nongkrongan yang terkenal, bukan membicarakan pelajaran yang didapatkan dari para pengajar. Bagi mereka gaya hidup sesuai selebritis menjadi prioritas utama, entah itu tatanan rambut ataupun tatanan rias. Sedangkan memahami pelajaran dari para pengajar diabaikan,  tanpa kita sadari waktu, pikiran dan konsentarsi mereka terbuang sia-sia. Sedangkan dalam berpakaian mereka cenderung lebih sensasional dan libral sehingga sering melangar nilai kesopanan dan formalitas dalam dunia pendidikan.Melihat realitas pergaulan hidup yang seperti ini, perkembangan teknologi dan informasi telah mewarnai dunia pendidikan kita, teknologi dan informasi telah membantu kita untuk mendapatkan akses informasi yang begitu luas sehingga mampu menunjang pengetahuan para pelajar. Namun perkembangan teknologi dan informasi juga telah merubah prilaku dan gaya hidup para pelajar, sehingga banyak norma-norma yang dilanggar, dan mengkesampingkan prioritas belajar. Alangkah baiknya jika hal ini dijadikan sebuah hubungan yang saling ketergantungan , antara niat mencari ilmu dengan gaya hidup yang sedang marak di kalangan remaja, bukankah hal ini menimbulkan dampak positif bagi kedua belah pihak. Sebenarnya kita juga tidak boleh terlalu menyalahkan remaja masa kini yang mana mereka lebih mengedepankan penampilan mereka ketika mau kesekolah, tidak begitu di permasalahkan karena menjaga penampilan itu juga harus, agar membuat kita ketika di sekolah lebih nyaman dan tidak mengganggu sistem velajar mengajar. Tetapi, bergaya lah sewajarnya saja jangan sampai melanggara aturan-aturan yang sudah di tetapkan oleh sekola. Hal ini sudah wajar karena dengan adanya teknologi yang semakin canggih membuat mereka  sudah pinter terlebih dahulu sebelum para guru mengajari mereka. Baik dalam model fashion yang sedang trend di era globalisasi saat ini. Biarkan mereka menuruti keinginan mereka asalkan tidak melanggar perauran di sekolah dan tetap fokus pada pelajaran
Penulis : Daffa Dwi Sri Diyanti (Fakultas Psikologi)

Sabtu, 02 September 2017

Review Film Singkat : Finding Forester

Judul : Finding Forester 
Sutradara : Gus Van Sant 
Penulis Skenario : Mike Rich
Pemain : Sean Connery, Rob Brown, F Murray Abraham, Anna Paquin
Tanggal dan tahun rilis : 22 Desember 2000
Asal : Amerika Serikat
Durasi : 136 menit

Penilaian;
Rotten tomatoes score : 74%
IMDB: 7,3/10
Roger Ebert : 3/4

Sinopsis :
Menceritakan seorang remaja 16 tahun asal kota Bronx yang bernama Jamal Wallace. Setelah kematian ayahnya, ia menjadi seseorang yang suka menulis dan memiliki hobi membaca banyak buku. Hingga suatu hari, Jamal mendapat tantangan dari teman temannya untuk memasuki apartemen tersebut, yang setelah diketahui oleh Jamal bahwa apartemen tersebut dihuni oleh William Forrester, seorang penulis terkenal yang misterius.  

Review :
Mungkin dari kalian asing dengan film ini dan mungkin beberapa dari kalian ada yang sudah menonton bahkan mendengar film ini. Film ini memang bukan tipikal film 'everyone's favorite movie'. Karena plotnya lambat. Awalnya memang agak membosankan, tapi semakin ke tengah hingga akhir, Gus Van Sant (dalang dibalik film Good Will Hunting) berhasil menghilangkan rasa bosan itu. Istilahnya *sudah ada greget*.
Dan oh... Dialog antar pemain itu bagus banget. Skripnya kece lah.
Satu lagi, chemistry antara Sean Connery dan Rob Brown, persahabatan unik yang jarang dimiliki oleh masyarakat pada umumnya. Chemistry mereka perlu diapresiasi. Pas, tidak kurang, tidak lebih. Mereka bermain apik.
Gus menonjolkan pertemanan dalam film ini. Film ini mengajarkan kita, bahwa ketika hasil yang kita kerjakan dikritik oleh orang lain, bukan berarti kita harus berhenti. Kita harus berkarya lebih baik lagi dan membuktikan pada si pengkritik bahwa kita bisa lebih baik dari sebelumnya.
Buat yang suka film, apalagi yang suka Good Will Hunting, nggak ada salahnya nyobain film ini. Wajib  buat yang suka ataupun punya kegemaran baca buku sama nulis. Banyak refrensi penulis penulis klasik (Kipling, Mark Twain, Poe, dll).

sekian :)
ditulis oleh : Mega Fadilla
Mahasiswi Fakultas Sastra Inggris

sumber gambar : wikipedia

Maraknya Informasi Provokasi & Hoaxs di Media Sosial

                   Apakah Indonesia akan terpecah belah 20 tahun ke depan di era tren media sosial yang tak terkendali seperti ini ? Media Sosial adalah sebuah media komunikasi yang berbasis online yang bertujuan untuk mendapatkan informasi, komunikasi maupun interaksi sosial antar sesama, Perkembangan media sosial di Indonesia terjadi dari kurun waktu 2006-2017 terbilang cukup signifikan penggunanya bahkan indonesia menempati peringkat 4 dunia pengguna Facebook terbesar setelah USA, Brazil dan India (Kominfo.go.id), Namun prestasi itu bukanlah sebuah prestasi yang membanggakan perlu diketahui semakin banyaknya pengguna Media Sosial semakin banyak pula resiko yang menunggu. Dari data yang saya dapatkan  terlihat bagaimana mudahnya informasi Bohong (Hoaxs) menyebar tanpa batasan tentu hal ini sangatlah merugikan bagi semua pihak ditambah lagi dengan sikap masyarakat Indonesia yang mudah percaya akan informasi-informasi yang beredar di media sosial, memang sulit untuk membedakan berita Hoaxs dengan berita asli karena berita Hoaxs dimodel sedemikian mirip dengan berita asli, inilah yang membuat penyebaran berita Hoaxs semakin cepat dan menimbulkan dampak langsung kepada masyarakat terutama berita yang mengandung unsur Provokasi baik Politik, Ekonomi maupun Sosial budaya hal ini sangatlah merugikan karena dapat menimbulkan konflik sosial antar sesama.
Pemerintah sudah mengambil langkah tegas untuk mengatas adanya berita Hoaxs dengan Merevisi undang-undang (UU) ITE dan berlaku mulai 28 November 2016 sebagai landasan Hukum untuk menjerat pembuat berita Hoaxs dan penyebar berita Hoaxs ke publik. Menurut saya undang-undang ITE ini masih belum berjalan secara maksimal dan efisien dan saya rasa pemberlakuan undang-undang ITE ini masih tebang pilih terhadap setiap masalah dalam artian hanya sebagian saja. mari kita lihat fenomena-fenomena yang terjadi akibat media sosial belakangan ini. 
Memang benar dengan adanya dengan adanya Media Sosial lebih  mempermudah masyarakat modern untuk mendapatkan informasi & Komunikasi bahkan dapat untuk menyebarkan sebuah informasi baik berupa Foto ataupun video kepada publik., namun perlu dingat seiring dengan semakin mudahnya menyebarkan informasi melalui media sosial tanpa adanya kontrol ataupun batasan tertentu dikhawatirkan akan memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan Informasi bohong (Hoaxs) yang ditujukan untuk tujuan tertentu. Berita Hoaxs dapat tersebar dengan cepat karena tingkat penggunaan Internet di Indonesia mencapai 132,7 juta pengguna pada 2016 menurut data APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia) dari besarnya pengguna internet ini lah menjadi salah satu parameter penyebaran berita Provokasi dan Hoaxs di indonesia, tidak cukup sampai disitu kominfo melakukan riset menyatakan bahwa telah beredar 800.000 Informasi /Berita Bohong (Hoaxs) dari data tersebut terlihat begitu mudanya penyebaran Informasi Hoaxs di Indonesia.
Berikut fenomena-fenomena Hoax yang ditemukan dimedia sosial yang belakangan ini terjaadi seperti halnya Berita Provokasi dan Hoaxs terjadi ketika menjelang Pilkada yang ditujukan untuk menjatuhkan lawan politik yang secara tidak langsung akan menjadi perdebatan di masyarakat. Fenomena Pelecehan Suku, Agama, Ras maupun Budaya baik berupa gambar, Tulisan ataupun video di Media Sosial. Adanya informasi tentang kematian seseorang yang memicu Kontroversi, Penyebaran konten pornografi baik foto ataupun video seseorang pejabat atau masyarakat dan ajakan-ajakan memprotes ataupun mengkritik pemerintah untuk kepentingan pihak tertentu dengan memberikan Informasi Provokasi kepada Masyarakat. Dari beberapa fenomena yang terjadi seperti contoh diatas terlihat bahwa Media sosial ini perlu dibatasi ataupun dikendalikan agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan semua pihak. 
                     
Dari fenomena dan fakta-fakta yang terjadi tersebut adalah dampak dari Media sosial yang tak terkendali, disini saya akan menerapkan teori “Depedensi Efek Komunikasi Massa” teori ini dikembangkan oleh Melvin .De Fluer (1976), yang memfokuskan pada kondisi Struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan kecenderungan terjadinya suatu efek media massa, teori ini berangkat dari sifat masyarakat modern, dimana media massa atau media sosial dianggap sebagai sistem informasi yang memilliki peran penting dalam proses memelihara perubahan, perubahan, konflik pada tutunan masyarakat, kelompok dan individu dalam aktivitas sosial. Dengan menerapkan beberapa langkah guna untuk mengatasi dan mengendalikan dampak dari media sosial adalah sebagai berikut
  •  Kognitif
-          Menciptakan atau menghilangkan Ambiguitas.
-          Memperluas sistem keyakinan pada masyarakat
  • Behavioral
-          Membuat penyelesaian dari setiap masalah dan meredakanya dari media sosial ini
Saya akan mengambil 2 point yaitu kognitif dan Behavioral untuk mengendalikan efek dari media sosial saat ini dengan memberikan keyakinan pada masyarakat dan memberikan penyelesaian dari setiap masalah, langkah awal untuk mewujudkan keyakinan pada masyarakat, Pemerintah harus berani mengambil langkah untuk mengembangkan sendiri media sosial buatan indonesia dengan bekerja sama ahli IT di negeri ini untuk mengembangkan atau membuat media sosial buatan Indonesia, saya pikir sumber daya manusia di Indonesia sudah cukup potensial untuk mengembangkan media sosial sendiri bahkan di Indonesia mempunyai pangsa pasar yang cukup menjanjikan dengan penduduk 250 juta jiwa,  dengan kita mengembangkan media sosial sendiri dan pemerintah membuat kebijakan untuk melarang penggunaan media sosial asing di Indonesia kemudian menggantinya dengan media sosial buatan Indonesia dengan demikian pemerintah bisa mengontrol penuh aktivitas-aktivitas yang ada di Media sosial, dengan membuat ketentuan-ketentuan kepada pengguna serta dapat membatasi pengguna yang merugikan ataupun melakukan pemblokiran terhadap penggunanya. Sangat sempurna menurut saya undang-undang ITE yang sudah diterbitkan dan media sosial dikendalikan oleh pemerintah sendiri bukan oleh pemerintah Asing, dengan ini maka seluruh pengguna yang melanggar aturan akan lebih mudah terdeteksi dan dikenai Hukum yang berlaku. Langkah selanjutnya tingggal dikembangkan media sosial yang berbasis khusus berita dan mana media sosial yang khusus pribadi dari hal ini lah yang membuat masyarakat percaya terhadap kebenaran informasi yang beredar serta pemerintah memberikan Transparansi terrhadap setiap berita dan informasi yang beredar. Disamping itu pemerintah juga dapat memanfaatkan dan lebih menggali potensi Media sosial lebih dalam lagi agar dapat bersaing dengan penemuan-penemuan diluar negeri.

Ditulis oleh : Muchammad Yulianto
Dari mahasiswa fakultas Hukum Universuitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
Esai ini memenangkan juara 2 lomba opini TIUPS


 

Jumat, 23 Juni 2017

Dead Poet Society


Review Film
Judul : Dead Poet Society
Sutradara : Peter Weir
Penulis Skenario : Tom Schulman
Pemain : Robin Williams, Robert Sean Leonard, Ethan Hawke, Josh Carles.
Tahun : 2 Juni 1989
Asal : Amerika Serikat

Sinopsis :
Kisah ini bermula dari 7 siswa yang bersekolah di Akademi Welton, yakni salah satu sekolah elite yang ada di Amerika Serikat. Mereka adalah Neil, Todd, Knox, Charlie, Richard, Steven, dan Gerard. Mereka merasakan ketidak nyamanan ketika bersekolah di sana, karena peraturan yang ketat dan kolot. Hingga suatu hari mereka bertemu dan dididik oleh seorang guru yang berbeda, nyentrik, bahkan unik pemikirannya. Beliau adalah Mr. John Keating. Beliau mengajar Sastra Inggris dan metode pengajarannya pun unik beda dari guru – guru lain yang terasa membosankan dan kolot. Dan karena itu, pemikiran mereka mengenai ilmu pengetahuan pun berubah. Suatu hari, Neil dan teman – temannya menemukan buku tua, buku tersebut berisi salah satu profil guru sastra Inggris mereka, yup Mr John Keating pernah memiliki club rahasia yang diberi nama Dead Poet Society, di mana anggotanya menyukai dan gemar membaca puisi, serta memiliki sudut pandang yang berbeda akan suatu hal. Karena hal ini, Neil dan teman – teman memiliki ide untuk membentuk sebuah klub yang sama.

Review :


Yup, film ini memang film lama. Keluaran tahun 89, tapi jangan salah. Film ini termasuk salah satu film terbaik. This movie is old but gold! Semua orang, khususnya seseorang yang berprofesi sebagai guru maupun tenaga pengajar seperti dosen. Film ini banyak mengandung pesan moral mengenai pendidikan, mimpi, dan bakat seseorang. Lewat film ini, kita bisa melihat bahwa sang suradara menyindir pemikiran kuno dan kolot pada masanya. Dengan jargon yang khas, yakni Carpe Diem (seize the day = gapai hari) penonton akan bisa merasakan bahwa pendidikan pada masa tersebut sangatlah ketat dan kolot. Sosok Keating sebagai guru sastra Inggris mengajarkan murid – muridnya untuk mengetahui bagaimana cara kita menikmati hidup, mencintai hidup, mencintai diri sendiri, mengejar mimpi kita dan bagaimana kita menjalani hidup kita sesuai dengan passion, karena hal itu yang menjadikan kita “hidup” dan mencintai hidup kita. Tidak hanya itu, film ini juga mengajarkan kita pentingnya kita memiliki mimpi, film ini juga mengajarkan arti pertemanan. Dan saya juga memimpikan, bahwa suatu hari saya bisa menemukan sosok guru seperti Mr. Keating dengan pemikirannya revolusioner.